Pada tanggal 9 April lalu, Indonesia kembali menggelar pesta demokrasi secara serentak di seluruh pelosok tanah air dan juga luar negeri.
Pemilihan kali ini cukup "seru", karena selain cukup banyak partai yang ikut serta, yang menyebabkan kertas suaranya sangat lebar sekali namun tempat untuk memilihnya kecil, caranya juga berbeda dari pemilihan sebelumnya, yaitu "dicontreng" bukan 'dicoblos".
Disamping itu pendaftaran pemilih dilakukan berdasarkan alamat KTP bukan tempat domisi, sehingga banyak anggota masyarakat yang seharusnya memiliki hak memilih akhirnya tidak dapat memilih. Maka tidak jarang terlihat adu argumentasi antara panitia di TPS dengan masyarakat yang merasa berhak untuk memberikan suara.
Dan yang paling seru adalah ketika orang-orangtua kita yang sudah cukup berumur harus melakukan "pencontrengan" dibilik suara yang tidak sesuai dengan ukuran kertas suara. Mereka terlihat benar-benar kerepotan untuk membuka kertas suara yang ukurannya tidak kalah dengan halaman surat kabar. Ditambah lagi, mereka menemukan daftar partai dan calon legislatif yang cukup banyak.
Melihat kondisi pemilihan kali ini saya bertanya-tanya dalam hati, apakah kondisi pemilihan dan kepartaian di negeri tercinta semakin maju atau sebaliknya. Apakah proses demokrasi itu harus ditunjukkan dengan adanya banyak partai peserta pemilihan. Apakah proses demokrasi itu dicerminkan dengan sedikitnya jumlah orang yang memberikan suara dari yang seharusnya. Apakah proses demokrasi itu diartikan dengan harus diulangnya pemilihan dll. Saya sendiri kurang tahu...
Jawabannya ada pada kita, rakyat Indonesia, kami sebagai pemilih, dan anda-anda sebagai calon legislatif atau presiden. Yang jelas kita semua pasti punya suatu keinginan yang sama, yaitu mencapai suatu negara yang disebutkan dalam UUD dasar negara kita. Apa bisa ??? Insyaallah !!!
Pemilihan kali ini cukup "seru", karena selain cukup banyak partai yang ikut serta, yang menyebabkan kertas suaranya sangat lebar sekali namun tempat untuk memilihnya kecil, caranya juga berbeda dari pemilihan sebelumnya, yaitu "dicontreng" bukan 'dicoblos".
Disamping itu pendaftaran pemilih dilakukan berdasarkan alamat KTP bukan tempat domisi, sehingga banyak anggota masyarakat yang seharusnya memiliki hak memilih akhirnya tidak dapat memilih. Maka tidak jarang terlihat adu argumentasi antara panitia di TPS dengan masyarakat yang merasa berhak untuk memberikan suara.
Dan yang paling seru adalah ketika orang-orangtua kita yang sudah cukup berumur harus melakukan "pencontrengan" dibilik suara yang tidak sesuai dengan ukuran kertas suara. Mereka terlihat benar-benar kerepotan untuk membuka kertas suara yang ukurannya tidak kalah dengan halaman surat kabar. Ditambah lagi, mereka menemukan daftar partai dan calon legislatif yang cukup banyak.
Melihat kondisi pemilihan kali ini saya bertanya-tanya dalam hati, apakah kondisi pemilihan dan kepartaian di negeri tercinta semakin maju atau sebaliknya. Apakah proses demokrasi itu harus ditunjukkan dengan adanya banyak partai peserta pemilihan. Apakah proses demokrasi itu dicerminkan dengan sedikitnya jumlah orang yang memberikan suara dari yang seharusnya. Apakah proses demokrasi itu diartikan dengan harus diulangnya pemilihan dll. Saya sendiri kurang tahu...
Jawabannya ada pada kita, rakyat Indonesia, kami sebagai pemilih, dan anda-anda sebagai calon legislatif atau presiden. Yang jelas kita semua pasti punya suatu keinginan yang sama, yaitu mencapai suatu negara yang disebutkan dalam UUD dasar negara kita. Apa bisa ??? Insyaallah !!!
No comments:
Post a Comment